Wawancara Imajiner dengan Jack Ma: Saat Kamu Mencoba, Peluang akan Muncul

sumber gambar: gramedia

Saya bukanlah jurnalis handal, bukan pula juru foto yang sigap menangkap peristiwa. Bahkan mungkin profesi jurnalis sebenarnya tidak layak untuk disandang orang seperti saya. Namun, beberapa tahun pengalaman meliput peristiwa secara langsung, melihat bagaimana wajah-wajah marah para demonstran, menikmati ruangan nyaman ber-AC para pejabat pemerintah, setidaknya memperkuat bahwa saya sebetulnya tidak jelek-jelek amat untuk jadi jurnalis.

Kepuasan atau kebahagiaan seorang jurnalis adalah ketika bisa bertemu dengan orang-orang besar, pejabat publik, artis, pengusaha sukses, bahkan orang nomor satu di Indonesia yaitu presiden. Disaat orang-orang biasa mengidolakan tokoh artis misalnya, dan ingin bertemu untuk sekadar berswafoto, jurnalis dapat melakukan hal itu dengan mudah.

Seperti saya misalnya, 01 April 2024 kemarin merupakan hari bahagia bagi saya. Sebagai jurnalis amatir, saya sangat senang bisa diberi kesempatan untuk bertemu dengan salah seorang triliuner asal China, Jack Ma. Pertemuan itu digelar di Padma Hotel Semarang, tempat di mana Jack Ma menginap dan mempersiapkan segala hal untuk acaranya yang akan digelar 05 April 2024 di Stadion Jatidiri Semarang.

Pertemuan itu bersifat eksklusif, karena hanya saya sendiri yang ditunjuk untuk mendapatkan kesempatan mewawancarai salah satu orang terkaya di China itu. Saat sudah sampai di parkiran hotel, saya sibuk memerhatikan penampilan juga kelengkapan alat wawancara. Sungguh tidak lucu jika pertemuan eksklusif itu rusak gegara penampilan saya yang amburadul atau ada alat penunjang wawancara yang tertinggal, bisa mati kutu saya.

Kaki saya mantap melangkah memasuki hotel. Belum jauh saya berjalan, dua orang langsung menghampiri dan menyapa.

"Mas Adit ya? Yang mau wawancara dengan Jack Ma?" Tanya salah seorang di antara mereka.

"Iya mas," jawab saya dengan sedikit perasaan nervous.

"Oke langsung saja mas ikuti saya. Jack Ma sudah menunggu di ruangannya."

Saya seperti sedang berkhayal. Tinggal beberapa langkah lagi orang ingusan seperti saya bisa berjumpa dengan seorang pebisnis sukses dunia. Menurut sebagian orang, jika kita ingin wangi maka bergaullah dengan penjual minyak wangi, nah jika saya bergaul dengan triliuner, apakah saya juga bisa menjadi triliuner? Jika pun tidak, saya yakin semangat dan wangi perjuangannya akan menempel di tubuh saya.

Sampai di depan pintu sebuah ruangan, salah seorang yang mengantar tadi langsung mengetuk pintu beberapa kali. Tidak lama kemudian pintu terbuka, dan betapa kagetnya saya ketika mengetahui ternyata Jack Ma yang membukakan pintu tersebut. Dengan senyum di wajahnya, ia mempersilahkan saya masuk. Saya merasa seperti tamu kehormatan bagi orang yang dihormati banyak orang.

Jack Ma langsung duduk di kursi sofa empuk ruangan itu. Terlihat kursi lain kosong dengan posisi berdampingan. Di tengah kebingungan saya untuk memulai wawancara, Jack Ma mempersilahkan saya duduk di kursi kosong sebelahnya. Mak jleb, ternyata saya tidak sedang berkhayal, triliuner yang terkenal dengan berbagai nasihat ajaibnya yang bisa mengubah orang, ada di depan mata.

Saat saya sedang menyiapkan alat perekam, buku untuk menulis, serta buku berisi catatan pertanyaan, Jack Ma berseru kepada saya.

"Alah mas-mas, nggak usah pake buku catatan, kaya orang ngobrol biasa saja," ucap Jack Ma yang membuat semakin nervous bukan kepalang.

Buku catatan itu sudah berisi sederet pertanyaan yang telah saya siapkan semalaman. Mewawancarai tokoh besar macam Jack Ma tanpa buku catatan, bisa-bisa ada pertanyaan yang terlewat dan informasi yang saya dapat tidak lengkap. Namun, ketika Jack Ma sudah berkehendak, saya bisa apa. Akhirnya saya turuti kemauan Jack Ma, menjadikan momen wawancara tersebut seperti mengobrol biasa bersama teman.

"Kenalin Pak Jack Ma, saya Adit," ucap saya mengawali sesi ngobrol.

"Oh iya, saya Ma Yun. Tapi orang mengenal saya dengan nama Jack Ma," sahutnya.

Karena penasaran dengan namanya, saya pun bertanya. "Dari Ma Yun ke Jack Ma, lumayan jauh ya pak. Kalau boleh tahu kenapa bisa dipanggil demikian pak?" Tanya saya.

Jack Ma tampak menunjukkan ekspresi menerawang. Memorinya seolah berusaha mengenang kejadian masa lalu. Kemudian ia mulai bercerita bahwa dulu ia pernah menjadi seorang pemandu wisata di Hangzhou. Kemampuan bahasa Inggris yang mumpuni menjadikan Jack Ma menjajal sebagai pemandu wisata di sana. Akibat pergaulannya dengan orang-orang asing, membuat dirinya memiliki pengetahuan dan pengalaman lebih dibanding anak seusianya.

Sebutan Jack, didapatkan olehnya dari salah seorang turis asing. Yang kemudian sebutan itu menjadi cikal bakal nama Jack Ma. Nama yang memang sangat asing bagi seorang keturunan China asli. Tapi nama itu pula yang mengantarkan Jack Ma menjadi salah satu orang terkaya di dunia.

"Waktu itu saya baru berumur belasan mas. Saat anak seumuran saya cari foto sama turis, saya mah cari duit mas. Ya begitulah, lumayan aja bisa buat tabungan uang jajan," cerita Jack Ma.

"Nggak cape tah pak?" Timpal saya.

"Ya namanya cari duit mas, nggak mikir cape. Yang penting bisa makan," jawabnya.

"Luar biasa pak," sahutku.

"Saya rumangsa mas, lahir dari keluarga miskin. Jadi saya harus kerja keras biar bisa menghidupi keluarga," kata Jack Ma.

Ayah saya cuma seorang pemusik dan pendongeng, lanjut Jack Ma, ibu juga cuma jadi ibu rumah tangga tapi terkadang merangkap usaha cuci baju. "Kalau diceritain pedih mas," ucap Jack Ma yang disusul meminum air putih di hadapannya.

"Berarti hidupnya bapak itu penuh perjuangan ya pak," timpalku.

"Hidup saya itu berawal dari banyak penolakan mas. Pertama saya ditolak saat mendaftar sekolah dasar karena nilai ujian saya jelek. Kedua saya juga ditolak saat daftar kuliah di Harvard University sebanyak 10 kali. Ketiga saya melamar kerja di 30 perusahaan, dan semuanya tidak ada yang menerima saya mas. Salah satu yang paling nyesek saat daftar kerja di KFC, dari 24 orang pendaftar hanya 23 yang diterima dan saya satu-satunya orang yang nggak keterima."

"Bapak hebat banget loh, bisa bertahan sekuat itu," sahutku.

"Waktu saya menerima banyak penolakan tersebut, saya mencoba hijrah ke Amerika untuk berbisnis. Tapi di sana saya malah dikurung selama dua hari dan diancam akan dibunuh mas."

"Terus gimana bapak bisa lolos waktu itu?"

"Saya kabur. Waktu orang yang ngurung saya itu lagi keluar saya langsung kabur dan pulang ke China."

Mendengar cerita Jack Ma, saya terbawa suasana. Perjuangan dan semangatnya dalam menjalani hidup sungguh luar biasa. Saya hampir kebingungan untuk meneruskan sesi ngobrol ini, karena Jack Ma mulai membawa semua emosinya dan sempat beberapa kali saya perhatikan matanya berkaca-kaca.

Jack Ma kemudian meminta izin kepada saya untuk ke kamar kecil. Mata saya tidak bisa lepas memandangi punggungnya yang sangat kuat seperti baja, diterpa berbagai persoalan rumit namun selalu bangkit.

Tidak lama Jack Ma sudah kembali duduk di sofa empuk itu. Saya pun berusaha memulai kembali obrolan dengan hati-hati. "Pak Jack Ma mohon maaf, dari semua kesulitan yang bapak alami, kenapa bapak tetap bertahan?"

Jack Ma tersenyum kecil. Bukannya menjawab pertanyaan, ia malah menawarkan agar saya meminum air yang sejak tadi menjadi saksi bisu obrolan antara bocah ingusan dengan triliuner. Dengan senyum sambil menundukkan kepala, saya segera menyambar gelas berisi air itu dan menghabiskannya sekali teguk.

"Jadi gini mas...." Baru usai menaruh gelas di meja bundar yang terbuat dari kaca, Jack Ma mulai berbicara kembali.

"Saya itu orangnya pantang mundur, pantang menyerah mas. Salah satu hal yang membuat saya selalu termotivasi itu karena kata-kata bapak saya yang ngomong "Jika kamu tidak menyerah, kamu masih punya kesempatan. Menyerah adalah kegagalan terbesar. Dan, jika kamu kecil, kamu harus sangat fokus dan mengandalkan otakmu, bukan kekuatanmu".

"Jadi motivasi itu pak yang membuat bapak sukses mendirikan Alibaba?" Tanyaku penasaran.

"Ya mas. Tapi yang terpenting dari Alibaba adalah bukan nilai kekayaan hartanya mas, tapi kekayaan ruang yang bisa membantu orang banyak dalam mempermudah mereka. Karena saat orang lain menjadi terbantu karena kita, maka jangan khawatir mas, kesuksesan pasti akan menghampiri."

Dalam sesi akhir wawancara tersebut, Jack Ma berpesan kepada semua orang agar tidak berhenti mencoba segala hal. Karena saat mencoba berbagai hal, sebuah peluang akan muncul. Dan saat itulah seseorang akan mulai mengerti tujuannya.

*Catatan: Ini merupakan wawancara imajiner saya dengan Jack Ma. Terkait cerita, lokasi, maupun kegiatan yang disebutkan dalam tulisan tidak semuanya benar dan hanya imajinasi semata.

Posting Komentar

0 Komentar